Kamis, 14 April 2016

PEMBIAYAAN RAHN (GADAI)



PEMBIAYAAN RAHN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Operasional Bank Syariah
Dosen Pengampu: Gita Danupranata, S.E., M.M.


Disusun oleh kelompok 7:
1Mariska SR HS                     (20140730006)
2. Trisna Destini Amira            (20140730009)
3.  Rima Dwi Jayanti                (20140730013)
4.   Imelda                                   (20140730030)


EKONOMI DAN PERBANKAN ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
                                                                          2016
 


GADAI (RAHN) BERDASARKAN SYARIAH HUKUM ISLAM

A.Istilah dan Pengertian Gadai (Rahn)
Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah satu harta milik nasabah atau Rahin sebagai barang jaminan atau marhun atas hutang/pinjaman atau marhun bihyang diterimanya. Marhun tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, Pihak yang menahan atau penerima gadai atau murtahin memperoleh jaminan Untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Menurut A.A. Basyir, rahn adalah perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian utang dapat diterima.
Menurut Imam Abu Zakariya Al Anshari, rahn adalah menjadikan benda yang bersifat harta untuk kepercayaan dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari (harga) benda marhun itu apabila marhun bih tidak dibayar. Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini mendefinisikan rahn sebagai akad/perjanjian utang-piutang dengan menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhunbih dan murtahin berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya.
Barang yang dapat dijadikan jaminan utang adalah semua barang yang dapat diperjual-belikan, artinya semua barang yang dapat dijual itu dapat digadaikan. Berdasarkan definisi di atas, disimpulkan bahwa rahn itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang memiliki nilai harta menurut  pandangan syara’ sebagai jaminan marhun bih, sehingga rahin boleh mengambil marhun bih.


1.      Fungsi Gadai Syariah

Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 283 Ayat 2 dijelaskan bahwa gadai pada
hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muammalah, dimana sikap menolong dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah Saw. dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, di sana nampak sikap menolong antara Rasulullah Saw, dengan orang Yahudi saat Rasulullah Saw menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut. Maka pada dasarnya, hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk marhun sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersiil dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.
Produk rahn disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman, berarti Pegadaian syariah hanya memperoleh imbalan atas biaya administrasi, penyimpanan, pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn ini biasanya hanya digunakan bagi keperluan fungsi sosial-konsumtif, seperti kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan. Sedangkan rahn sebagai produk pembiayaan, berarti Pegadaian syariah memperoleh bagi hasil dari usaha rahin yang dibiayainya.

2. Syarat Sah dan Rukun Gadai Syariah

Sebelum dilakukan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad menurut Mustafa az-Zarqa’35 adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan dalam suatu akad. Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan rukun rahn. Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat), yaitu :

(1)   Shigat (lafadz ijab dan qabul);
(2) Orang yang berakad (rahin dan murtahin);
(3) Harta yang dijadikan marhun; dan
(4) Utang (marhum bih).

Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn itu hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu). Menurut Ulama Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan qabdh (penguasaan barang) oleh pemberi utang. Adapun rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih itu termasuk syarat-syarat rahn, bukan rukunnya. Sedangkan syarat rahn, ulama fiqh mengemukakannya sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:

1.      Syarat yang terkait dengan orang yang berakad, adalah cakap bertindak hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyaratkan cukup berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn, dengan syarat mendapatkan persetujuan dari walinya. Menurut Hendi Suhendi, syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf, artinya mampu membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan yang berkaitan dengan rahn.

2. Syarat sight (lafadz). Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang, karena akad rahn itu sama dengan akad jual-beli. Apabila akad itu dibarengi dengan, maka syaratnya batal, sedangkan akadnya sah. Misalnya, rahin mensyaratkan apabila tenggang waktu marhun bih telah habis dan marhun bih belum terbayar, maka rahn itu diperpanjang 1 (satu) bulan, mensyaratkan marhun itu boleh murtahin manfaatkan.
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah mengatakan apabila syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran akad itu, maka syarat itu dibolehkan, namun apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat akad rahn, maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh tersebut, termasuk syarat yang tidak sesuai dengan tabiat rahn, karenanya syarat itu dinyatakan batal. Syarat yang dibolehkan itu, misalnya, untuk sahnya rahn itu, pihak murtahin minta agar akad itu disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, sedangkan syarat yang batal, misalnya, disyaratkan bahwa marhun itu tidak boleh dijual ketika rahn itu jatuh tempo, dan rahin tidak mampu membayarnya.  Sedangkan Hendi Suhendi menambahkan, dalam akad dapat dilakukan dengan lafadz, seperti penggadai rahin berkata; “Aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp 20.000” dan murtahin menjawab; “Aku terima gadai mejamu seharga Rp 20.000”. Namun, dapat pula dilakukan seperti: dengan surat, isyarat atau lainnya yang tidak bertentangan dengan akad rahn.

3. Syarat marhun bih, adalah :
a. Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin;
b. Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun itu;
c. Marhun bih itu jelas/tetap dan tertentu.


4. Syarat marhun, menurut pakar fiqh, adalah:
a. Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih
b. Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal)
c. Marhun itu jelas dan tertentu
d. Marhun itu milik sah rahin
e. Marhun itu tidak terkait dengan hak orang lain
f. Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat
g. Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.

3. Hak dan Kewajiban para Pihak Gadai Syariah
Menurut Abdul Aziz Dahlan, bahwa pihak rahin dan murtahin, mempunyai hak dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan kewajibannya adalah sebagai berikut:

1)      Hak dan Kewajiban Murtahin
a. Hak Pemegang Gadai
·         Pemegang gadai berhak menjual marhun, apabila rahin pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai orang yang berhutang. Sedangkan hasil penjualan marhun tersebut diambil sebagian untuk melunasi marhunbih dan sisanya dikembalikan kepada rahin;
·         Pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun;
·         Selama marhun bih belum dilunasi, maka murtahin berhak untuk menahan marhun yang diserahkan oleh pemberi gadai (hak retentie).


.b. Kewajiban Pemegang Gadai
·         Pemegang gadai berkewajiban bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga marhun, apabila hal itu atas kelalainnya;
·         Pemegang gadai tidak dibolehkan menggunakan marhun untuk kepentingan sendiri; dan
·         Pemegang gadai berkewajiban untuk memberi tahu kepada rahin sebelum diadakan pelelangan marhun.

2)      Hak dan Kewajiban Pemberi Gadai Syariah

a. Hak Pemberi Gadai
·         Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan kembali marhun, setelah pemberi gadai melunasi marhun bih;
·         Pemberi gadai berhak menuntut ganti kerugian dari kerusakan dan hilangnya marhun, apabila hal itu disebabkan oleh kelalaian murtahin;
·         Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan sisa dari penjualan marhun setelah dikurangi biaya pelunasan marhun bih, dan biaya lainnya.
·         Pemberi gadai berhak meminta kembali marhun apabila murtahin telah jela menyalahgunakan marhun.

b. Kewajiban Pemberi Gadai
·         Pemberi gadai berkewajiban untuk melunasi marhun bih yang telah diterimannya dari murtahin dalam tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya lain yang telah ditentukan murtahin;
·          Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan atas marhun miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi marhun bih kepada murtahin.


4.  Produk dan Jasa Gadai Syariah
Dalam perkembangan saat ini, bentuk perolehan pendapatan Pegadaian syariah dapat berupa transaksi yang berasal dari biaya administrasi (qardhul hasan),jasa penyimpanan (ijarah), jasa taksiran, galeri, dan bagi hasil atau profit loss sharing (PLS) dari skim rahn, mudharabah, ba’i muqayyadah, maupun musyarakah. Produk dan jasa yang dapat ditawarkan oleh gadai syariah kepada masyarakat, yaitu antara lain :

1. Pemberian pinjaman/pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah; Pemberian pinjaman atas dasar hukum gadai syariah berarti mensyaratkan pemberian pinjaman atas dasar penyerahan barang bergerak oleh rahin. Konsekuensinya bahwa jumlah pinjaman yang diberikan kepada masing peminjam sangat dipengaruhi oleh nilai barang bergerak dan tidak bergerak yang akan digadaikan.

2. Penaksiran Nilai Barang; Pegadaian syariah dapat memberikan jasa penaksiran atas nilai suatu barang. Jasa ini dapat diberikan gadai syariah karena perusahaan ini mempunyai peralatan penaksir, serta petugas yang sudah berpengalaman dan terlatih dalam menaksir nilai suatu barang yang akan digadaikan. Barang yang akan ditaksir pada dasarnya, meliputi semua barang bergerak dan tidak bergerak yang dapat digadaikan.
Jasa taksiran diberikan kepada mereka yang ingin mengetahui kualitas, terutama perhiasan, seperti: emas, perak, dan berlian. Masyarakat yang memerlukan jasa ini, biasanya dengan ingin mengetahui nilai jual wajar atas barang berharganya yang akan dijual. Atas jasa penaksiran yang diberikan, gadai syariah memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran.

3. Penitipan Barang (Ijarah);
Gadai syariah dapat menyelenggarakan jasa penitipan barang (ijarah), karena perusahaan ini mempunyai tempat penyimpanan barang bergerak, yang cukup memadai. Gudang dan tempat penyimpanan barang bergerak lain milik gadai syariah, terutama digunakan menyimpan barang yang digadaikan. Mengingat gudang dan tempat penyimpanan lain ini tidak selalu dimanfaatkan penuh, maka kapasitas menganggur tersebut dapat dimanfaatkan untuk memberikan jasa lain, berupa penitipan barang.
Jasa titipan/penyimpanan, sebagai fasilitas pelayanan barang berharga dan lain-lain agar lebih aman, seperti: barang/surat berharga (sertifikat motor, tanah, ijasah, dll.) yang dititipkan di Pegadaian
syariah. Fasilitas ini diberikan kepada pemilik barang yang akan bepergian jauh dalam waktu relatif lama atau karena penyimpanan di rumah dirasakan kurang aman. Atas jasa penitipan yang diberikan, gadai syariah memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa ongkos penitipan.


4. Gold Counter;
Jasa ini menyediakan fasilitas tempat penjualan emas eksekutif yang terjamin sekali kualitas dan keasliannya. Gold counter ini semacam toko dengan emas Galeri 24, setiap perhiasan masyarakat yang dibeli di toko perhiasan milik pegadaian akan dilampiri sertifikat jaminan, untuk merubah image dengan  mencoba menangkap pelanggan kelas menengah ke atas. Dengan sertifikat itulah masyarakat akan merasa yakin dan terjamin keaslian dan kualitasnya dan lain-lain.

Pada dasarnya semua marhun, baik bergerak maupun tak bergerak, dapat digadaikan sebagai jaminan dalam gadai syariah. Namun, menurut Basyir yang memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Merupakan benda bernilai menurut hukum syara’;
b. Sudah ada wujudnya ketika perjanjian terjadi;
c. Mungkin diserahkan seketika kepada murtahin. 

PENJELASAN FLOWCHART
a.       Pengajuan Pembiayaan  RAHN (Gadai)

1.  Calon nasabah datang langsung ke Bank Syariah dengan membawa barang yang akan digadaikan, contohnya emas yang berupa perhiasan ataupun batangan dengan menunjukkan persyaratan pembiayaan yang telah ditentukan.
2.   nasabah bertemu dengan satpam, dan diarahkan oleh satpam untuk bertemu customer service.
3.   Jika persyaratan yang dibawa oleh calon nasabah sudah lengkap ,kemudian nasabah mengisi formulir permohonan gadai yang telah disediakan.
kemudian barang jaminan emas tersebut diteliti kualitasnya oleh CS untuk menetapkan nilai pembiayaan yang akan diberikan. (Untuk nilai pembiayaan dengan taksiran sesuai kebijaksanaan bank masing-masing) , misalkan di Bank Syariah tersebut pembiayaan yang diberikan, jika perhiasan sebesar 85% dari nilai taksiran sedangkan jika batangan sebesar 90% dari nilai taksiran.
Setelah itu, CS menaksir harga emas yang digadaikan. Setelah itu CS menguji keaslian barang jaminan emas dengan langkah-langkah yang sudah ditentukan.
4.      Kemudian, CS menuju ke komite bank untuk menentukan diterima atau ditolaknya pembiayaan tersebut. Setelah keputusan dari komite diterima oleh CS, maka CS akan menginformasikan kepada calon nasabah.
5.      Jika ditolak, maka CS akan langsung menginformasikan kepada calon nasabah bahwa tidak bias melakukan pembiayaan dikarenakan tidak memenuhi persyaratan. Dan jika diterima, maka CS dengan  nasabah melakukan akad, dan CS  menghitung pembiayaan yang akan diterima oleh calon nasabah sesuai ketentuan BI sekaligus menentukan biaya administrasi.
      CS memberikan surat perjanjian yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak dan pormulir pencairan untuk diserahkan kepad teller.
6.      Kemudian nasabah menuju ke teller untuk melakukan pencairan disertai dengan pembayaran biaya administrasi secara tunai sesuai dengan yang telah ditentukan.

 

b.      Pelunasan Pembiayaan RAHN (Gadai)

Pada dasarnya nasabah dapat melunasi kewajibannya setiap waktu tanpa menunggu jatuh tempo. prosedur pelunasan pada Bank Syariah sebagai berikut :
1.      Nasabah datang langsung ke ke Bank dan masuk menuju ke Teller.
2.      Nasabah dapat melakukan pembayaran dengan membayar pinjaman pada saat jatuh tempo atau nasabah dapat mengangsur setiap bulannya.
3.      Teller mengeluarkan formulir pembayaran dan menginformasikan pelunasan kepada nasabah.
4.      Pada saat pelunasan, nasabah juga harus membayar biaya pemeliharaan selama jangka waktu pinjaman yang telah ditentukan.
5.      Jika nasabah tidak mampu melunasi kewajibannya, ada  kebijaksanaanan sebagai keringanan bank kepada nasabah yaitu melakukan akad baru perpanjangan pembayaran pelunasan pembiayaan rahn.
6.   Jika nasabah setuju melakukan akad baru perpanjangan pembayaran pelunasan pembiayaan rahn, maka teller akan memberikan formulir perpanjangan akad tersebut.
 Dan apabila nasabah sudah mampu melunasi sesuai dengan pembiayaan yang didapat, maka barang jaminan emas akan diserah terimakan kembali kepada nasabah.
 7.  Apabila nasabah tidak bisa melunasi pembiayaan ini maka cs akan menjual barang dengan cara lelang jaminan emas yang digadaikan. Penjualan barang jaminan emas harus mendapat persetujuan dari pihak pemberi gadai (nasabah).
Adapun ketentuan pihak bank melakukan pelelangan terbatas, yaitu hanya memilih beberapa orang pembeli. Jadi harga penawaran yang dilakukan oleh banyak pembeli tidak diperbolehkan karena dapat merugikan rahin, Pelelangan atau penjualan dilakukan oleh pihak bank yaitu pelaksana gadai, serta  Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya pinjaman, dan sisanya dikembalikan kepada rahin/nasabah.

Contoh Pembiayaan Rahn pada Perbanakan Syariah

1.      Ibu Eva membutuhkan uang sebesar Rp. 10.000.000,-. Untuk itu, beliau mendatangi Bank syariah untuk meminjam uang dengan jaminan emas seberat 30 gr yang dimilikinya.(asumsi: biaya pemeliharaan emas adalah Rp. 3000/gr).

·         Perhitungan Bank:
Harga taksiran bank atas emas                        =Rp. 12.000.000,-
Maksimum pinjaman                                       =75% dari nilai taksiran
                                                                                    =75% x Rp. 12.000.000,-
                                                                                    =Rp. 9.000.000,-
Biaya pemeiharaan 30 gr emas                        =Rp. 90.000,-

·      Fasilitas Bank untuk Ibu Eva:
Pinjaman                                                         =Rp. 9.000.000,-
Biaya (dibayar di muka)                                 =Rp. 90.000,-
Jangka waktu                                                  = 2 bulan

2.      Putri menggadaikan emas nya ke Bank Syariah untuk meminjam uang sebesar 10 juta,dan melunasi nya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan, setelah melunasi hutang nya maka Bank Syariah akan mengembalikan Emas tersebut.