PEMBIAYAAN RAHN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sistem Operasional Bank Syariah
Dosen Pengampu: Gita Danupranata, S.E., M.M.
Disusun
oleh kelompok 7:
1. Mariska SR HS (20140730006)
2. Trisna Destini Amira (20140730009)
3. Rima Dwi
Jayanti (20140730013)
4. Imelda (20140730030)
EKONOMI DAN PERBANKAN
ISLAM
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
GADAI
(RAHN) BERDASARKAN SYARIAH HUKUM ISLAM
A.Istilah
dan Pengertian Gadai (Rahn)
Gadai syariah (rahn) adalah menahan salah
satu harta milik nasabah atau Rahin sebagai barang jaminan atau marhun
atas hutang/pinjaman atau marhun bihyang diterimanya. Marhun tersebut
memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, Pihak yang menahan atau penerima
gadai atau murtahin memperoleh jaminan Untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya. Menurut A.A. Basyir, rahn adalah
perjanjian menahan sesuatu barang sebagai tanggungan utang, atau menjadikan
sesuatu benda bernilai menurut pandangan syara’ sebagai tanggungan marhun
bih, sehingga dengan adanya tanggungan utang itu seluruh atau sebagian
utang dapat diterima.
Menurut Imam Abu Zakariya Al Anshari, rahn adalah
menjadikan benda yang bersifat harta untuk kepercayaan dari suatu marhun bih
yang dapat dibayarkan dari (harga) benda marhun itu apabila marhun
bih tidak dibayar. Sedangkan Imam Taqiyyuddin Abu Bakar Al Husaini
mendefinisikan rahn sebagai akad/perjanjian utang-piutang dengan
menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhunbih dan murtahin
berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut
haknya.
Barang yang dapat dijadikan jaminan utang adalah
semua barang yang dapat diperjual-belikan, artinya semua barang yang dapat
dijual itu dapat digadaikan. Berdasarkan definisi di atas, disimpulkan bahwa rahn
itu merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang
memiliki nilai harta menurut pandangan syara’
sebagai jaminan marhun bih, sehingga rahin boleh mengambil marhun
bih.
1. Fungsi
Gadai Syariah
Dalam al-Qur’an surat al-Baqarah 283 Ayat 2
dijelaskan bahwa gadai pada
hakikatnya
merupakan salah satu bentuk dari konsep muammalah, dimana sikap menolong
dan sikap amanah sangat ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah Saw.
dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah ra. yang diriwayatkan Abu Hurairah, di sana nampak
sikap menolong antara Rasulullah Saw, dengan orang Yahudi saat Rasulullah Saw
menggadaikan baju besinya kepada orang Yahudi tersebut. Maka pada dasarnya,
hakikat dan fungsi Pegadaian dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan
pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk marhun sebagai
jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersiil dengan mengambil keuntungan yang
sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.
Produk rahn disediakan untuk membantu nasabah
dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman,
berarti Pegadaian syariah hanya memperoleh imbalan atas biaya administrasi,
penyimpanan, pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn ini
biasanya hanya digunakan bagi keperluan fungsi sosial-konsumtif, seperti
kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan. Sedangkan rahn sebagai produk
pembiayaan, berarti Pegadaian syariah memperoleh bagi hasil dari usaha rahin
yang dibiayainya.
2.
Syarat Sah dan Rukun Gadai Syariah
Sebelum dilakukan rahn, terlebih dahulu
dilakukan akad. Akad menurut Mustafa az-Zarqa’35 adalah ikatan secara
hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan
untuk mengikatkan diri. Kehendak pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya
tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing
diungkapkan dalam suatu akad. Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan
rukun rahn. Menurut jumhur ulama, rukun rahn itu ada 4
(empat), yaitu :
(1)
Shigat (lafadz
ijab dan qabul);
(2)
Orang yang berakad (rahin dan murtahin);
(3)
Harta yang dijadikan marhun; dan
(4)
Utang (marhum bih).
Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn itu
hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik
barang) dan qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang
jaminan itu). Menurut Ulama Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn,
maka diperlukan qabdh (penguasaan barang) oleh pemberi utang. Adapun rahin,
murtahin, marhun, dan marhun bih itu termasuk syarat-syarat rahn,
bukan rukunnya. Sedangkan syarat rahn, ulama fiqh mengemukakannya
sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:
1.
Syarat yang terkait dengan orang yang berakad,
adalah cakap bertindak hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya
mensyaratkan cukup berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat
membedakan antara yang baik baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn,
dengan syarat mendapatkan persetujuan dari walinya. Menurut Hendi Suhendi,
syarat bagi yang berakad adalah ahli tasharuf, artinya mampu
membelanjakan harta dan dalam hal ini memahami persoalan yang berkaitan dengan rahn.
2.
Syarat sight (lafadz). Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu tidak boleh
dikaitkan dengan syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang, karena akad
rahn itu sama dengan akad jual-beli. Apabila akad itu dibarengi dengan,
maka syaratnya batal, sedangkan akadnya sah. Misalnya, rahin mensyaratkan
apabila tenggang waktu marhun bih telah habis dan marhun bih belum
terbayar, maka rahn itu diperpanjang 1 (satu) bulan, mensyaratkan
marhun itu boleh murtahin manfaatkan.
Ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah mengatakan
apabila syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran akad itu, maka
syarat itu dibolehkan, namun apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat akad
rahn, maka syaratnya batal. Kedua syarat dalam contoh tersebut, termasuk
syarat yang tidak sesuai dengan tabiat rahn, karenanya syarat itu
dinyatakan batal. Syarat yang dibolehkan itu, misalnya, untuk sahnya rahn itu,
pihak murtahin minta agar akad itu disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi,
sedangkan syarat yang batal, misalnya, disyaratkan bahwa marhun itu
tidak boleh dijual ketika rahn itu jatuh tempo, dan rahin tidak
mampu membayarnya. Sedangkan Hendi
Suhendi menambahkan, dalam akad dapat dilakukan dengan lafadz, seperti
penggadai rahin berkata; “Aku gadaikan mejaku ini dengan harga Rp
20.000” dan murtahin menjawab; “Aku terima gadai mejamu seharga Rp
20.000”. Namun, dapat pula dilakukan seperti: dengan surat, isyarat atau
lainnya yang tidak bertentangan dengan akad rahn.
3.
Syarat marhun bih, adalah :
a.
Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin;
b.
Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun itu;
c.
Marhun bih itu jelas/tetap dan tertentu.
4.
Syarat marhun, menurut pakar fiqh, adalah:
a.
Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun
bih
b.
Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal)
c.
Marhun itu jelas dan tertentu
d.
Marhun itu milik sah rahin
e.
Marhun itu tidak terkait dengan hak orang lain
f.
Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat
g.
Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.
3.
Hak dan Kewajiban para Pihak Gadai Syariah
Menurut
Abdul Aziz Dahlan, bahwa pihak rahin dan murtahin, mempunyai hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi. Sedangkan hak dan kewajibannya adalah sebagai
berikut:
1)
Hak dan Kewajiban Murtahin
a.
Hak Pemegang Gadai
·
Pemegang gadai berhak menjual marhun,
apabila rahin pada saat jatuh tempo tidak dapat memenuhi kewajibannya
sebagai orang yang berhutang. Sedangkan hasil penjualan marhun tersebut
diambil sebagian untuk melunasi marhunbih dan sisanya dikembalikan
kepada rahin;
·
Pemegang gadai berhak mendapatkan
penggantian biaya yang telah dikeluarkan untuk menjaga keselamatan marhun;
·
Selama marhun bih belum dilunasi,
maka murtahin berhak untuk menahan marhun yang diserahkan oleh
pemberi gadai (hak retentie).
.b.
Kewajiban Pemegang Gadai
·
Pemegang gadai berkewajiban bertanggung
jawab atas hilangnya atau merosotnya harga marhun, apabila hal itu atas
kelalainnya;
·
Pemegang gadai tidak dibolehkan
menggunakan marhun untuk kepentingan sendiri; dan
·
Pemegang gadai berkewajiban untuk
memberi tahu kepada rahin sebelum diadakan pelelangan marhun.
2) Hak
dan Kewajiban Pemberi Gadai Syariah
a.
Hak Pemberi Gadai
·
Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan
kembali marhun, setelah pemberi gadai melunasi marhun bih;
·
Pemberi gadai berhak menuntut ganti
kerugian dari kerusakan dan hilangnya marhun, apabila hal itu disebabkan
oleh kelalaian murtahin;
·
Pemberi gadai berhak untuk mendapatkan
sisa dari penjualan marhun setelah dikurangi biaya pelunasan marhun
bih, dan biaya lainnya.
·
Pemberi gadai berhak meminta kembali marhun
apabila murtahin telah jela menyalahgunakan marhun.
b.
Kewajiban Pemberi Gadai
·
Pemberi gadai berkewajiban untuk
melunasi marhun bih yang telah diterimannya dari murtahin dalam
tenggang waktu yang telah ditentukan, termasuk biaya lain yang telah ditentukan
murtahin;
·
Pemberi gadai berkewajiban merelakan penjualan
atas marhun miliknya, apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin
tidak dapat melunasi marhun bih kepada murtahin.
4. Produk dan Jasa Gadai Syariah
Dalam perkembangan saat ini, bentuk perolehan
pendapatan Pegadaian syariah dapat berupa transaksi yang berasal dari biaya
administrasi (qardhul hasan),jasa penyimpanan (ijarah), jasa
taksiran, galeri, dan bagi hasil atau profit loss sharing (PLS) dari skim
rahn, mudharabah, ba’i muqayyadah, maupun musyarakah. Produk dan
jasa yang dapat ditawarkan oleh gadai syariah kepada masyarakat, yaitu antara
lain :
1.
Pemberian pinjaman/pembiayaan atas dasar hukum gadai syariah; Pemberian
pinjaman atas dasar hukum gadai syariah berarti mensyaratkan pemberian pinjaman
atas dasar penyerahan barang bergerak oleh rahin. Konsekuensinya bahwa
jumlah pinjaman yang diberikan kepada masing peminjam sangat dipengaruhi oleh
nilai barang bergerak dan tidak bergerak yang akan digadaikan.
2.
Penaksiran Nilai Barang; Pegadaian syariah dapat memberikan jasa penaksiran
atas nilai suatu barang. Jasa ini dapat diberikan gadai syariah karena
perusahaan ini mempunyai peralatan penaksir, serta petugas yang sudah
berpengalaman dan terlatih dalam menaksir nilai suatu barang yang akan
digadaikan. Barang yang akan ditaksir pada dasarnya, meliputi semua barang
bergerak dan tidak bergerak yang dapat digadaikan.
Jasa taksiran diberikan kepada mereka yang ingin
mengetahui kualitas, terutama perhiasan, seperti: emas, perak, dan berlian.
Masyarakat yang memerlukan jasa ini, biasanya dengan ingin mengetahui nilai
jual wajar atas barang berharganya yang akan dijual. Atas jasa penaksiran yang
diberikan, gadai syariah memperoleh penerimaan dari pemilik barang berupa
ongkos penaksiran.
3.
Penitipan Barang (Ijarah);
Gadai syariah dapat menyelenggarakan jasa penitipan
barang (ijarah), karena perusahaan ini mempunyai tempat penyimpanan
barang bergerak, yang cukup memadai. Gudang dan tempat penyimpanan barang
bergerak lain milik gadai syariah, terutama digunakan menyimpan barang yang
digadaikan. Mengingat gudang dan tempat penyimpanan lain ini tidak selalu
dimanfaatkan penuh, maka kapasitas menganggur tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memberikan jasa lain, berupa penitipan barang.
Jasa titipan/penyimpanan, sebagai fasilitas
pelayanan barang berharga dan lain-lain agar lebih aman, seperti: barang/surat
berharga (sertifikat motor, tanah, ijasah, dll.) yang dititipkan di Pegadaian
syariah.
Fasilitas ini diberikan kepada pemilik barang yang akan bepergian jauh dalam
waktu relatif lama atau karena penyimpanan di rumah dirasakan kurang aman. Atas
jasa penitipan yang diberikan, gadai syariah memperoleh penerimaan dari pemilik
barang berupa ongkos penitipan.
4.
Gold Counter;
Jasa
ini menyediakan fasilitas tempat penjualan emas eksekutif yang terjamin sekali
kualitas dan keasliannya. Gold counter ini semacam toko dengan emas
Galeri 24, setiap perhiasan masyarakat yang dibeli di toko perhiasan milik pegadaian
akan dilampiri sertifikat jaminan, untuk merubah image dengan mencoba menangkap pelanggan kelas menengah ke
atas. Dengan sertifikat itulah masyarakat akan merasa yakin dan terjamin
keaslian dan kualitasnya dan lain-lain.
Pada
dasarnya semua marhun, baik bergerak maupun tak bergerak, dapat digadaikan
sebagai jaminan dalam gadai syariah. Namun, menurut Basyir yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
a.
Merupakan benda bernilai menurut hukum syara’;
b.
Sudah ada wujudnya ketika perjanjian terjadi;
c.
Mungkin diserahkan seketika kepada murtahin.
PENJELASAN FLOWCHART
a.
Pengajuan Pembiayaan RAHN (Gadai)
1. Calon nasabah datang langsung ke
Bank Syariah dengan membawa barang yang akan digadaikan, contohnya emas yang
berupa perhiasan ataupun batangan dengan menunjukkan persyaratan pembiayaan
yang telah ditentukan.
2. nasabah bertemu dengan satpam, dan diarahkan
oleh satpam untuk bertemu customer service.
3. Jika persyaratan yang dibawa oleh calon
nasabah sudah lengkap ,kemudian nasabah mengisi formulir permohonan gadai yang
telah disediakan.
kemudian barang jaminan emas tersebut diteliti kualitasnya oleh CS untuk
menetapkan nilai pembiayaan yang akan diberikan. (Untuk nilai pembiayaan dengan
taksiran sesuai kebijaksanaan bank masing-masing) , misalkan di Bank Syariah tersebut
pembiayaan yang diberikan, jika perhiasan sebesar 85% dari nilai taksiran
sedangkan jika batangan sebesar 90% dari nilai taksiran.
Setelah
itu, CS menaksir harga emas yang digadaikan. Setelah itu CS menguji keaslian
barang jaminan emas dengan langkah-langkah yang sudah ditentukan.
4. Kemudian, CS menuju ke komite bank
untuk menentukan diterima atau ditolaknya pembiayaan tersebut. Setelah
keputusan dari komite diterima oleh CS, maka CS akan menginformasikan kepada
calon nasabah.
5. Jika
ditolak, maka CS akan langsung menginformasikan kepada calon nasabah bahwa
tidak bias melakukan pembiayaan dikarenakan tidak memenuhi persyaratan. Dan jika
diterima, maka CS dengan nasabah
melakukan akad, dan CS menghitung
pembiayaan yang akan diterima oleh calon nasabah sesuai ketentuan BI sekaligus
menentukan biaya administrasi.
CS memberikan surat perjanjian yang telah
ditandatangani oleh kedua belah pihak dan pormulir pencairan untuk diserahkan
kepad teller.
6. Kemudian nasabah menuju ke teller
untuk melakukan pencairan disertai dengan pembayaran biaya administrasi secara
tunai sesuai dengan yang telah ditentukan.
b. Pelunasan
Pembiayaan RAHN (Gadai)
Pada
dasarnya nasabah dapat melunasi kewajibannya setiap waktu tanpa menunggu jatuh
tempo. prosedur pelunasan pada Bank Syariah sebagai berikut :
1. Nasabah datang langsung ke ke Bank
dan masuk menuju ke Teller.
2. Nasabah dapat melakukan pembayaran
dengan membayar pinjaman pada saat jatuh tempo atau nasabah dapat mengangsur
setiap bulannya.
3. Teller mengeluarkan formulir pembayaran
dan menginformasikan pelunasan kepada nasabah.
4. Pada saat pelunasan, nasabah juga
harus membayar biaya pemeliharaan selama jangka waktu pinjaman yang telah
ditentukan.
5. Jika nasabah tidak mampu melunasi
kewajibannya, ada kebijaksanaanan
sebagai keringanan bank kepada nasabah yaitu melakukan akad baru perpanjangan
pembayaran pelunasan pembiayaan rahn.
6. Jika nasabah setuju melakukan akad baru
perpanjangan pembayaran pelunasan pembiayaan rahn, maka teller akan memberikan
formulir perpanjangan akad tersebut.
Dan apabila nasabah sudah mampu melunasi sesuai dengan
pembiayaan yang didapat, maka barang jaminan emas akan diserah terimakan
kembali kepada nasabah.
7. Apabila
nasabah tidak bisa melunasi pembiayaan ini maka cs akan menjual barang dengan
cara lelang jaminan emas yang digadaikan. Penjualan barang jaminan emas harus
mendapat persetujuan dari pihak pemberi gadai (nasabah).
Adapun ketentuan pihak bank
melakukan pelelangan terbatas, yaitu hanya memilih beberapa orang pembeli. Jadi
harga penawaran yang dilakukan oleh banyak pembeli tidak diperbolehkan karena
dapat merugikan rahin, Pelelangan atau penjualan dilakukan oleh pihak
bank yaitu pelaksana gadai, serta Hasil
pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya
pinjaman, dan sisanya dikembalikan kepada rahin/nasabah.
Contoh
Pembiayaan Rahn pada Perbanakan Syariah
1.
Ibu Eva membutuhkan uang sebesar Rp. 10.000.000,-. Untuk
itu, beliau mendatangi Bank syariah untuk meminjam uang dengan jaminan emas
seberat 30 gr yang dimilikinya.(asumsi: biaya pemeliharaan emas adalah Rp.
3000/gr).
·
Perhitungan Bank:
Harga taksiran bank atas emas =Rp. 12.000.000,-
Maksimum pinjaman =75% dari nilai taksiran
=75% x Rp. 12.000.000,-
=Rp. 9.000.000,-
Biaya
pemeiharaan 30 gr emas =Rp.
90.000,-
· Fasilitas Bank
untuk Ibu Eva:
Pinjaman =Rp.
9.000.000,-
Biaya (dibayar
di muka) =Rp.
90.000,-
Jangka waktu = 2 bulan
2. Putri
menggadaikan emas nya ke Bank Syariah untuk meminjam uang sebesar 10 juta,dan
melunasi nya sesuai jangka waktu yang telah ditentukan, setelah melunasi hutang
nya maka Bank Syariah akan mengembalikan Emas tersebut.
buku dari mana ini kak?
BalasHapus